Perlindungan Negara terhadap Perempuan Adat Melalui UU Masyarakat Adat

“Identitas Perempuan Adat melekat erat pada 3 aspek,  yaitu wilayah, pengetahuan

dan otoritas didalam komunitasnya”

Jakarta, 21 April 2016 – Rancangan Undang-undang tentang pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat yang gagal masuk prolegnas tahun 2016 dimanfaatkan oleh PEREMPUAN AMAN menjadi peluang bagi masuknya ruang untuk menjaminkan hak-hak perempuan adat didalam kebijakan masyarakat adat, dengan terlibat dalam proses pembuatan kebijakan tersebut. RUU masyarakat adat yang selama ini diperjuangkan, dinilai masih belum mampu melindungi hak-hak perempuan adat.

Meskipun pada dasarnya, hak masyarakat adat telah banyak diatur dalam konstitusi UUD 1945 (pasal 18B ayat 2, Pasal 28I ayat 3, Pasal 32 ayat 1), UU no.39 tahun 1999 tentang HAM, Pasal 1 ayat 1, UU no 7 tahun 1984 tentang penghapusan diskriminasi terhadap perempuan, yang menjadi tanggung jawab Negara untuk menghargai, melindungi dan memenuhi hak perempuan, dalam hal ini termasuk perempuan adat. Namun, logika pembangunan yang “menyimpang” menempatkan perempuan adat semakin rentan dan kerap menjadi korban kekerasan baik di ranah domestik hingga Negara yang berdampak pemiskinan terhadap perempuan adat, pelanggaran hak yang terjadi diantaranya adalah hancurnya peran tunggal perempuan adat sebagai penjaga pangan keluarga dan komunitasnya, hak atas ekonomi, hak informasi atas pembangunan, hilangnya pengetahuan asli perempuan adat serta masih banyak lagi hak perempuan adat yang dilanggar.

Devi Anggraini, Ketua Umum PEREMPUAN AMAN mengatakan bahwa “Identitas Perempuan adat melekat erat pada 3 aspek, yaitu wilayah, pengetahuan dan otoritas didalam komunitasnya. Kehadirian Negara melalui tangan berbagai investasi secara perlahan telah mengamputasi kemampuan perempuan adat untuk menjaga sumber-sumber hidup keluarga dan komunitasnya, meneruskan dan mengembangkan pengetahuan-pengetahuan kepada generasi penerus. Perempuan adat tidak hanya bertindak untuk melawan kehadiran investasi tetapi aksi-aksi yang dilakukan perempuan adat seperti Kendeng, Semunying dan Aru jika ditelisik merupakan Perjuangan Penyelamatan Kehidupan”.

Mengapa hak-hak perempuan adat perlu ada didalam kebijakan RUU tersebut? Pertama, masyarakat adat di nusantara bukanlah entitas yang tunggal atupun homogen melainkan sebaliknya, didalamnya terdiri atas lapisan sosial yang jamak atapun heterogen (beragam). Keberagaman ini tertuang dalam catatan sejarah gerakan masyarakat adat maupun berbagai dokumen penelitian bahwa gerakan masyarakat adat diwarnai oleh perjuangan dari beragam lapisan sosial yang terbentang dari dimensi jenis kelamin, usia hingga lapisan sosial-ekonomi.

Kedua, tercatat kiprah dan kontribusi perjuangan perempuan adat atas sumber data alam didalam wilayah adat. pada situasi konflik agrarian-kehutanan, perempuan adat tampil mengemuka sebagai pemimpin dalam mempejuangkan hak-hak kolektifnya sebagai bagian dari masyarakat adat. Ketiga, potret perempuan adat sebagai salah satu kelompok didalam masyarakat adat yang dimarginalkan, didiskriminasi oleh ragam kebijakan diberbagai level.
— selesai —

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *