Perempuan Adat di Seluruh Dunia Berkumpul Dalam Terra Livre Camp 2019

Muntaza, Direktur PEREMPUAN AMAN Program dan Komunikasi dan Sylvia Motoh anggota PEREMPUAN AMAN berfoto bersama Perempuan Adat Brasil, peserta Terra Livre Camp 2019.

Brasil – Terra Livre Camp 2019. Selama tiga hari (24-26 April 2019), Masyarakat Adat Brasil dari lima region serta Masyarakat Adat internasional, termasuk perwakilan Perempuan Adat dari Indonesia, yakni PEREMPUAN AMAN yang diwakili Direktur Program dan Komunikasi, Muntaza dan Silvia Motoh berkumpul untuk menuntut pengakuan hak atas tanah dan wilayah adat.

Kurang lebih 3.000 Masyarakat Adat, perempuan dan laki-laki, pemuda-pemudi maupun tetua adat turut serta menghadiri acara tahunan ini. Adapun tujuan pertemuan ini adalah menghadirkan narasi baru dari perspektif Perempuan Adat dan pemuda dalam perjuangan hak Masyarakat Adat atas Wilayah Adat.

Selain itu, Perempuan Adat di Brasil juga menyerukan untuk menghentikan kekerasan terhadap perempuan, dan jika mengetahui, melihat dan mengalami, untuk segera melaporkan.

Perihal legalitas, Muntaza mengatakan bahwa keberadaan Masyarakat Adat di Brasil memang telah diakui, tapi belum termasuk hak atas tanah dan wilayah adat.

“Pengakuan hak atas tanah dan wilayah adat belum diakui. Pemerintah Brasil belum melakukan pemetaan atas wilayah Masyarakat Adat Brasil,” tuturnya setelah kembali dari Brasil di Rumah PEREMPUAN AMAN, Kamis (02/05/2019).

Hari Pertama, 24 April 2019 Terra Livre Camp 2019 dalam sesi perkenalan masing-masing delegasi. Direktur Program dan Komunikasi PEREMPUAN AMAN Muntaza sedang memperkenalkan diri dan bercerita tentang situasi, kondisi serta tantangan yang dihadapi oleh Perempuan Adat di Indonesia.

Perempuan Adat Penginspirasi

Salah satu sosok Perempuan Adat di Brasil yang sangat menginspirasi dalam kegiatan ini adalah Sônia Bone Guajajara. Perempuan Adat bertubuh pendek ini, terang Muntaza adalah salah satu pemimpin Masyarakat Adat di Brasil yang berpengaruh.


Sônia Bone Guajajara, Perempuan Adat yang memimpin Masyarakat Adat di Brasil.

Di tengah pemimpin Masyarakat Adat yang bergender laki-laki, kata Aline Hond, Perempuan Adat asal Brasil, Sônia merupakan pemimpin Masyarakat Adat yang mendapat sorotan tinggi. Kiprahnya dalam perjuangan Masyarakat Adat di Brasil dalam kancah politik nasional dan global tak diragukan oleh Masyarakat Adat terutama Perempuan Adat di Brasil.

Dalam pembukaan Terra Livre Camp, Perempuan Adat Guajajara ini menekankan pentingnya Perempuan Adat dalam perjuangan Masyarakat Adat untuk mendapat pengakuan negara atas Hak Wilayah Adat.

“Kami tidak akan menyerah! Kami adalah pemilik wilayah adat!” tekannya berkali-kali dalam orasinya.

Aksi Damai Perempuan Adat Brasil dalam Terra Livre Camp 2019.

Pada hari terakhir kegiatan ini, Muntaza sebagai delegasi dari PEREMPUAN AMAN, Indonesia mendapat kesempatan berorasi di depan Masyarakat Adat Brasil. Ia berorasi bersama Perempuan Adat dari Panama, Honduras, Peru, Guiana de francessa dan Guatemala.

Dalam orasinya, Muntaza mengatakan bahwa kita adalah Penjaga Hutan Adat dan Penjaga Tanah Adat kita. “Tunjukkan kepada mereka, bahwa Perempuan Adat lebih kuat dan mampu berkontribusi lebih untuk kepentingan Masyarakat Adat. Tuhan dan Leluhur melindungi kita semua,” pekiknya.

Masing-masing delegasi pun menyerukan pesan dukungan rasa senasib sepenanggungan terhadap perjuangan Masyarakat Adat di Brasil dalam menuntut pengakuan hak atas tanah dan wilayah adat mereka terutama dukungan kepada Perempuan Adat untuk terus semangat berada di garis depan perjuangan.

Dengan adanya pertemuan khusus perempuan adat di Terra Livre, semoga ke depannya lahir banyak perempuan adat yang menjadi pemimpin gerakan Masyarakat Adat. 

Harapannya juga, hasil dari pertemuan khusus Perempuan Adat dalam kegiatan ini tidak hanya sampai pada rencana pelaksanaan Women March di bulan Agustus 2019 mendatang, tetapi lebih kepada mengorganisir diri membangun strategi gerakan Perempuan Adat yang kuat dalam jangka panjang.

Siapa lagi kalau bukan kita?

Muntaza dan Sylvia Motoh

Dokumentasi: Weavingties, Muntaza dan Sylvia Motoh

Editor: Ageng Wuri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *