Deli, perempuan.aman.or.id— Kondisi tanah Wilayah Adat Rakyat Penunggu di Kampung Saentis masih tergolong subur, karena sebagian besar bentang alamnya berupa rawa-rawa. Setelah tanah adat berhasil diklaim kembali oleh Rakyat Penunggu, pohon-pohon kelapa sawit pun ditebang. Masyarakat kembali memperbaiki unsur tanah yang rusak akibat perkebunan kelapa sawit. Menurut mereka pohon sawit merusak tanah. Selain banyak menyerap air, proses pemupukan dan penyemprotan dengan bahan-bahan kimia turut merusak kesuburan tanah.
Sebagian besar Perempuan Adat Rakyat Penunggu bekerja sebagai petani. Kerja mengolah lahan dilakoni guna memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Tanaman yang kebanyakan mereka tanam berupa jagung, sayuran, dan padi. Hampir setiap pekarangan rumah mereka ditanami sayur-mayur. Tak bisa dihindari pupuk kimia masih harus tetap digunakan masyarakat, karena butuh waktu yang lama untuk mengembalikan kembali tingkat kesuburan tanah.
Dalam upaya memenuhi kebutuhan sehari-hari selain bertani, sebagian Perempuan Adat juga bekerja di Perkebunan Kelapa Sawit. Pekerjaan mereka adalah mencari berondolan. Mereka mengumpulkan sawit yang berjatuhan saat proses panen sawit.
Mencari berondolan sawit sebenarnya pekerjaan sampingan bagi mereka. Pekerjaan sampingan ini, mereka lakukan saat waktu istirahat sembari menunggu panen tiba. Biasanya mencari berondolan dilakukan setelah selesai menanam, memupuk, dan membersihkan lahan.
Menurut Mei (40) seorang ibu pengambil berondolan sawit warga kampung Saentis, Perempuan Adat Rakyat Penunggu, pekerjaan sampingan ini terpaksa ia lakukan. “Setiap hari kami butuh uang tunai. Ada beberapa pengeluaran seperti kebutuhan pokok dan bensin yang harus dipenuhi dan dibeli setiap harinya,” tutur anggota PEREMPUAN AMAN PHD Deli. Dari kerja mencari berondolan, setiap hari Perempuan Adat bisa menghasilkan uang antara 50.000-150.000 rupiah.
Secara kewilayahan, kampung adat Saentis berbatasan dengan Laut Precut. Biarpun daerah ini berada di sekitar laut dan merupakan daerah penghasil ikan, namun kondisi ini sepertinya tidak berpihak kepada masyarakat di sana. Karena ikan di sana cukup mahal. Misalnya 1 kg ikan kembung di sini dihargai 35.000-40.000 rupiah, kerang 30.000 per kg, cumi-cumi 40.000 – 50.000 rupiah per kg, dan kepiting 55.000-85.000 per kg. Harga ini cukup mahal. Bahkan harganya sama seperti wilayah yang jauh dari laut.
Menurut Bapak Adang (50), warga kampung Saentis, harga ikan sudah diatur oleh tokke atau tengkulak. Selain itu, berdirinya warung-warung makan terapung di dekat laut juga berdampak pada mahalnya harga ikan, karena umumnya yang berkunjung datang dari luar daerah.
Sebagian besar mata pencaharian laki-laki di Kampung Saentis sebagai nelayan. Kapal perahu mereka masih sangat tradisional. Begitu pula alatnya, mereka hanya menggunakan pancing dan jaring. Sudah menjadi tradisi di sini, para lelaki akan bekerja kelompok ketika pergi ke laut memburu ikan.
Sayangnya, hasil yang mereka dapatkan sangat minim. Ikan hasil tangkapan terbilang tak sebanding dengan biaya pengeluaran untuk melaut. Kondisi ini membuat beberapa laki-laki atau suami memilih bekerja serabutan dengan penghasilan yang tidak menentu. Pada akhirnya peran perempuan yang paling mendominasi dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
Dalam upaya mengembangkan potensi ekonomi Kampung Adat Saentis, PHD (Pengurus Harian Daerah) PEREMPUAN AMAN Deli mengorganisir Perempuan Adat untuk membangun kebun kolektif. Melalui kebun kolektif inilah, Perempuan Adat Rakyat Penunggu di Saentis meningkatkan pendapatan keluarga dengan mengelola lahan secara bersama. Pengorganisasian secara berkelompok seperti ini memungkinkan kerja pertanian tidak memberatkan Perempuan Adat. Kerja kolektif ini juga akan kembali menghidupkan budaya gotong-royong yang merupakan akar budaya bangsa Indonesia.
Saat ini PEREMPUAN AMAN PHD Deli telah menggarap dua lahan kolektif yang masing-masing diolah oleh kelompok Perempuan Adat yang berbeda. Kedua kelompok sama-sama menanam jagung dan sayur. Organisasi Perempuan Adat tersebut juga telah membahas dan menyepakati pembagian hasil dari kebun dan kerja kolektif. Hingga saat ini sudah satu kali panen kebun kolektif tersebut.
Pada bulan Desember 2018 yang lalu, PEREMPUAN AMAN PHD Deli menfasilitasi pelatihan pembuatan pupuk organik di Kampung Adat Saentis. Pelatihan ini merupakan satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan semangat Perempuan Adat Rakyat Penunggu dalam mengembalikan kesuburan tanah. (Sarinah Yanci Pardede)
Dokumentasi PEREMPUAN AMAN: Sarinah Yanci Pardede
Tinggalkan Balasan