Selamat Pagi. Apa kabar Perempuan Adat? SEMANGAT!!
Masyarakat Adat Bangkit Bersatu. Berdaulat. Bangkit Bersatu. Mandiri. Bangkit Bersatu. Bermartabat!!
Terima kasih.
Bapak-Ibu, saudara-saudara sekalian, Perempuan Adat.
Saya bahagia hadir di tempat ini. Karena itu saya ingin menyambut para hadirin semua, para pendukung setia, Komnas Perempuan. Kita tepuk tangan untuk Komnas Perempuan [yang] selalu bersama kita. Ada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, sudah adakah? Mungkin nanti hadir. Ada juga Pak Lutfi, sahabat kita. Dulu Bupati Luwu Utara dan banyak memberikan jalan kepada masyarakat ada di Luwuk Utara melalui SK dan Perda, tapi belum ada. Salam hormat untuk beliau mudah-mudahan nanti menyusul.
Salam hormati dan yang saya hormati saudara kita dari Misac, Jerimias dan Lilian. Ada sahabat-sahabat kita para pendukung, Samdhana, Asia Foundation, Tebteba, dan lain-lain. Kita berikan tepuk tangan. Dan tentunya saudara-saudariku, khususnya Perempuan Adat yang hadir di sini.
Ass. Wr. Wb. Salam sejahatera. Salam Nusantara.
Kalau kita bicara tentang perjuangan Masyarakat Adat untuk menuntut kembali hak-hakya, pastinya di sana Perempuan Adat menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan. Kalau kita lihat dalam sejarah perjalanan kita, jarang Perempuan Adat dibicarakan. Saya kemarin memposting, saya ambil duabelas nama pahlawan nasional. Saya tanya dari duabelas pahlawan ini, yang mana perempuan adat. Tapi tidak ada yang menjawab.
Saya yakin pahlawan dari Perempuan Adat pasti jauh lebih banyak dari duabelas. Dan, memang tidak tercatat. Saya pikir Ini juga terjadi di AMA. Ini juga terjadi di Gerakan Masyarakat Adat.
Setiap saya ke daerah, sebenarnya saya sering menemukan justru pahlawan atau pejuang utama perempuan. Terakhir saya mengikuti persidangan dimana Masyarakat Adat mengguggat perusahaan. Dan salah satu yang hadir di persidangan namanya Ibu Fransisca. Dan, saya baru tahu bahwa ibu muda itu tokoh perjuangan, yang banyak saya kenal perjuangannya adalah laki-laki, kepala desa, kepala adat.
Orang-orang seperti ini belum mampu dideteksi oleh organisasi. Yang mampu dideteksi organisasi yang menjulang tinggi masuk ke koran, yang bisa menulis dan yang bisa menceritakan dirinya aktif. Masih banyak Perempuan Adat yang berjuang dalam diam.
Ketika wilayah adat mereka diambil alih oleh sawit, mereka tidak punya hutan lagi. Ibu Fransisca dan kawan-kawannya tidak punya pilihan selain bekerja di perusahaan. Mereka begitu menderita dan tersiksa harus menerima uang bulanan dari perusahaan yang merampas tanahnya. Karena itu, sekali lagi mereka terus melawan tapi tetap bekerja ke perusahaan. Mereka dikasih uang puluhan juta disuruh pindah ke Malaysia, jangan di sini, karena mereka akan terus berjuang, tapi dia tetap bertahan dengan Masyarakat Adat sampai hari ini, dan harus bersaksi melawan dengan perusahaan yang tempat dia bekerja. Sekali lagi tepuk tangan.
Bayangkan satu situasi, dimana kita bekerja mengabdi kepada orang tapi kita tahu mereka penjajah kita, tapi kita tak punya pilihan. Bersaksi di pengadilan. Inilah perjuangan Perempuan Adat. Itu tidak tercatat.
Karena menurut saya, masih banyak orang seperti Ibu Fransisca merasa berjuang sendiri tak punya teman. Bagaimana kita menemukan orang-orang seperti ini. Bukan untuk kemudian menggantikan perjuangannya tapi hanya untuk mengatakan kita ada banyak, jangan takut, kita ada dimana-mana, dan kita saling berdoa, dan kita saling menyapa, supaya kita bisa tetap sama. Itulah, saya menyebutkan nama Ibu Fransisca karena baru segar—baru sebulan yang lalu. Tapi saya menemukan banyak sekali yang seperti Ibu Fransica. Dan kita belum mampu meraih perjuangan Ibu Fransica. Itu tantangan kita.
Kenapa memang Perempuan Adat ini harus mengorganisir diri, kan sudah ada AMAN? Itu sebabnya kalau saya pikir-pikir, AMAN saja sebenarnya pengurusnya 40an perempuan, ditambah lagi Perempuan AMAN. Sebenarnya sudah di Rumah AMAN, kalau laki-laki 40an yang tercatat kalau perempuan hampir 60an. Jadi perempuan jauh lebih banyak ketimbang lak-laki. Eh [belum] ditambah lagi dengan adanya Perempuan AMAN.
Artinya apa? Artinya Perempuan Adat itu sangat dibutuhkan, sangat diperlukan. Jauh lebih diperlukan ketimbang laki-laki seperti saya ini. Jauh diperlukan. Coba bayangkan, mengurus rumah, mengurus anak, mengurus suami, mengurus komunitas adat, organisasi dan macam-macam. Tapi kalau nggak diurus perempuan adat situasi akan lebih parah.
Kenapa? Coba lihat situasi Masyarakat Adat. Dulu kita sangat terikat dengan wilayah adat kita. Kalau orang adat bilang masyarakat adat ada satu laki-laki ada satu perempuan, jadi dia tidak bisa dipisahkan. Dan, perempuan kalau kita lihat di kehidupan masyarakat adat, sebelum jaman berubah, memang bersama-sama mengatur dan mengurus dirinya, sangat tergantung pada wilayah adat. Tapi kemudian agama-agama datang dan agama kita, agama leluhur, dianggap bukan agama.
Agama itu ternyata bukan saja bawa agama baru, tapi juga budaya baru. Bukan saja budaya baru, dia juga membawa konsep baru, konsep Negara. Hindu datang membawa Kerajaan Hindu. Islam datang membawa Negara Islam. Kristen membawa konsep Negara. Mereka juga tidak membawa konsep Negara, tapi mereka juga membawa seperangkat yang lain, yang membuat kita menjadi orang asing, kita menjadi lebih bule ketimbang bule, lebih barat ketimbang barat, lebih arab ketimbang arab.
Perempuan Adat adalah kelompok sosial yang paling menderita. Bebannya menjadi semakin banyak di komunitas adat dan juga di keluarga. Saya heran kok AMAN bisa seperti sekarang ini. Masih banyak yang harus dihadapi. Belum dengan kapital, dengan Negara, dengan perusahaan. Situasi sekarang persekongkolan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan, dan Kapital. Bagaimana Masyarakat Adat dan Perempuan Adat harus hidup di persekongkolan ini? itulah tantangan yang perlu kita hadapi.
Bapak-Ibu sekalian,
Di AMAN memang kita berusaha memposisikan Perempuan Adat itu lebih baik daripada sekedar kelompok pertama di Konggres AMAN I. Karena Dewan AMAN lima puluh-lima puluh, perempuan dan laki-laki. Dewan AMAN sebagai pengambil keputusan tertinggi di organisasi harus bisa lima puluh persen laki-laki, dan lima puluh persen perempuan. Itu sudah baku syaratnya, bahkan sempat mau diubah.
Walaupun Perempuan Adat sudah secara jumlah diberikan oleh konstitusi, tapi belum efektif Perempuan Adat di dalam AMAN. Karena saya bisa melihat bahwa, perempuan bisa berperilaku seperti laki-laki. Dia lupa. Ketika dia di AMAN dia lupa dia mewakili Perempuan Adat. Jadi Perempuan AMAN mestinya menjadi kelompok penekan untuk AMAN. Karena AMAN tidak akan lebih baik kalau Perempuan AMAN tidak melakukan sesuatu. Jadi sebelum memperbaiki negara, perbaiki AMAN, di level komunitas.
Saya membayangkan Perempuan Adat di Gerakan AMAN ini akan sangat penting. Karena apa? Masa depan Gerakan Masyarakat Adat bukan di kita. Masa depan Gerakan Masyarakat Adat sebenarnya ada di anak-anak. Nanti kita akan mendengarkan bagaimana pengalaman Misac. Mereka menyebut masa depan Masyarakat Adat tidak di orang tua kita tapi di sepuluh remaja yang umurnya 12-15 tahun. Merekalah yang memulai kebangkitan Gerakan Masyarakat Adat orang Misac.
Anak-anak yang kita sebutkan tadi sebenarnya sedang tercerabut dari Masyarakat Adat. Kita harus kembalikan kepada adat dan itu tidak bisa tidak harus dilakukan oleh Perempuan Adat. Karena anak-anak lebih banyak bersama ibunya dari pada sama bapaknya. Kalau kita ingin anak-anak memakai pakaian adat, itu dari ibunya. Tugas Perempuan Adat justru pada mengembalikan budaya kita, budaya masyarakat, identitas adat.
Ini Pertemuan Perempuan Adat yang kedua. Pertama di Tobelo, 2012. Tapi saya mengingatkan Gerakan Perempuan Adat di AMAN sudah dimulai tahun 1999. Perempuan Adat bertarung di AMAN. Ruang bagi Perempuan Adat di AMAN bukan pemberian tapi itu perkelahian, bertarung, berkelahi di sidang-sidang. Lihat semua dokumen-dokumen kita. Saya yakin Perempuan Adat masih harus melanjutkan hal itu. Kalau tidak, AMAN itu bisa seperti raksasa yang tidak terkendali kalau tidak ada perubahan.
AMAN itu sekarang ini, pelan-pelan punya pengaruh besar. Suatu saat mungkin tidak dalam waktu yang sangat dekat, tapi juga tidak dalam waktu yang tidak terlalu lama akan ada pengakuan dan perlindungan hukum untuk Masyarakat Adat. Tapi itu berbahaya kalau kita betul-betul tidak kembali menjadi Masyarakat Adat, jadi kita punya hak adat di tangan tapi kita bukan lagi masyarakat adat. [Apa] yang terjadi kemudian adalah kita akan menjadi penjajah terhadap diri kita sendiri.
Dulu kalau kita lihat penjajahan dilakukan oleh bangsa asing, bangsa Eropa. Kita merdeka, tapi penjajahan masih ada. Terlihat dari visi hukum, visi politik sama saja dengan visi penjajah. Kita masih menjajah diri sendiri. Nanti ketika pengakuan hukum atas hak-hak adat sudah kita dapat, tapi kita belum kembali menjadi Masyarakat Adat. Maka kita akan menjajah diri kita sendiri. Hutan yang bagus akan terjual, tanah yang bagus akan terjual. Artinya ada resiko besar yang akan dihadapi oleh masyarakat adat ketika pengakuan dan perlindungan hukum sudah didapat. Tapi kita juga berbalik dari masyarakat adat. Di situ kita musnah! Disitulah kita musnah!
Kalau masyarakat adat tidak mau musnah, maka kita Perempuan Adat harus mengembalikan ini. Membangun dan mengembalikan masyarakat adat, jadi tidak saja mengembalikan haknya bahkan mengembalikan masyarakat adat. Supaya hak itu sesuai dengan cita-cita tadi. Apa cita-cita kita? Masyarakat Adat Bangkit Bersatu. Berdaulat. Bangkit Bersatu. Mandiri. Bangkit Bersatu. Bermartabat. Itu cita-citanya. Rasa senasib sepenanggungan itu suatu saat akan hilang. Kalau rasa senasib sepenanggungan tidak bisa kita gantikan dengan cita-cita bersama, maka kita yang akan menjajah diri kita sendiri. Kita yang akan merusak diri kita sendiri. Dan Perempuan Adat mencegah itu. Perempuan Adat harus hadir di situ.
Bagaimana Perempuan Adat mengorganisir diri di AMAN. Perempuan Adat sangat dekat dengan anak-anak, sangat dekat dengan keluarga, sangat dekat dengan nilai-nilai, maka Perempuan Adat menurut saya paling mungkin bisa dilakukan perubahan di tingkat yang paling kecil yakni keluarga. Mendidik anak untuk menjadi anak adat; mengembalikan sekolah di komunitas menjadi sekolah adat; kembali menjadi masyarakat adat.
Kita bisa belajar dari orang Misac. Inspirasi mereka karena lebih lama terjajah. Mereka terjajah 500 tahun lebih. Kita kan lihat praktik Belanda selama tiga ratus tahun sekian. Itu sebenarnya penjajahan di Jawa dan Sumatera Timur. Itu kenapa ada yang bilang lebih enak jaman Belanda dari pada jaman Indonesia. Tapi untuk orang di Jawa, Indonesia lebih baik karena penjajah tiga ratus tahun lebih.
Bentuk konkrit penjajahan di luar Jawa ketika masuknya HPH awal tahun 1970an. Sementara sistem HPH yang sama sudah berlaku di Jawa di tahun 1800-an, yang sekarang menjadi Perhutani dan sekarang menjadi konflik perkebunan kalau di Sumatera Timur. Gerakan Masyarakat Adat dan Perempuan Adat sebenarnya kelanjutan dari gerakan dekolonisasi yang dilakukan oleh pendiri bangsa. Kalau kita baca pembukaan UUD, membebaskan dan berdiri dari penjajahan termasuk penjajahan dari bangsa sendiri. Itu tugas kita.
Temu Nasional ini semacam mengingatkan kembali bahwa Gerakan Perempuan Adat akan startegis dari keseluruhan Gerakan Masyarakat Adat. Karena masalah-masalah saat ini paling banyak hadir di Perempuan dan Anak-anak. Yang jajan suami, pasti yang menderita istri dan anak. Coba lihat sekarang traficking, perdagangan perempuan, makin banyak Perempuan Adat diperjualbelikan melintas negara.
Saya baru tahu Ibu Den Upa. Buat saya Toraja yang sangat kaya ternyata juga sudah mengekspor manusia. Pertanyaannya, apa yang salah di Toraja?
Kebetulan Ibu Den Upa bercerita “oh saya bertemu orang Toraja di Malaysia”
”oh berarti banyak”
Artinya, ada persoalan mendasar di wilayah adat kita, sehingga kita tidak lagi mengekspor budaya [dan] produk tapi kita mengekspor manusia. Menurut saya, Perempuan Adat harus melakukan sesuatu untk melakukan perlawanan terhadap perdagangan penjualan manusia, penyebaran HIV AIDS.
Karena itu Ibu dan saudara-saudara semua, tugas kita masih banyak. Tugas kita padat. Sebagai perwakilan AMAN, organisasi induk, saya ingin meyakinkan kepada kita semua bahwa AMAN akan tetap bersama-sama tetap mendukung putusan dari Temu Nasional. Karena itu kita berdoa, minta rahmat dari TuhanYang Maha Kuasa dan restu, pendampingan dan semangat dari leluhur. Saya membuka Temu Nasional II Perempuan AMAN yang temanya “Konsolidasi dan Penguatan Gerakan Perempuan Adat Untuk Mewujudkan Pembangunan yang Setara dan Berkeadilan”.
Saya secara resmi membuka Temu Nasional ini.
Apa kabar Perempuan Adat? SEMANGAT!!
Masyarakat Adat Bangkit Bersatu. Berdaulat. Bangkit Bersatu. Mandiri. Bangkit Bersatu. Bermartabat.
Hotu!! Yey!!
Wass. Wr. Wb.
Tinggalkan Balasan