Mentawai, perempuan.aman.or.id — Kepulauan Mentawai memiliki potensi sumber daya alam yang berlimpah. Dalam catatan lapangan Arnawati Revisen, anggota PEREMPUAN AMAN Mentawai dari bengkel penulisan etnografi Engendering Participatory Maping (EPM) menjelaskan pegunungan (leleu) dan hutan merupakan ruang hidup tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari mereka. Di pegunungan dan hutan, komunitas biasanya berkebun dengan menanam tanaman keras, seperti cengkih, pala, buah-buahan dan lainnya.
Ruang hidup khas lainnya, menurut catatan lapangannya adalah babak. Babak merupakan sejenis kolam yang biasanya berada di dekat sungai. Babak dimiliki oleh sibakkat laggai (pemilik tanah). Untuk pemanenan ikannya dilakukan secara bersama-sama oleh Perempuan Adat Mentawai atas persetujuan sibakkat polak.
Ditengah kelimpahan sumber daya alamnya itu, kini Perempuan Adat Mentawai sedang menghadapi perubahan sosial seperti percepatan pembangunan transportasi jalan raya dan pariwisata. Oleh karenanya, Badan Pengurus Harian Daerah AMAN Mentawai melihat penting untuk melibatkan Perempuan Adat dalam pengambilan keputusan di tingkat desa dan komunitas. Saat ini, AMAN Mentawai sedang mendorong lahirnya kebijakan di tingkat desa yang mengakui dan melindungi hak-hak Masyarakat Adat dan Perempuan Adat.
Sehingga diperlukan organisasi Perempuan Adat yang kuat dan terorganisir. Organisasi yang dapat memberikan masukan pada pemerintah dalam setiap penyusunan kebijakan. “Perempuan Adat Mentawai juga perlu terorganisir dalam kelompok yang mengelola sumber daya alam berkelanjutan dan mendapatkan manfaat dari alam yang lestari,” ujar Rapot Pardomuan Ketua PD AMAN Mentawai, saat Seminar Penguatan Organisasi Perempuan Adat yang diselenggarakan oleh AMAN Daerah Kepulauan Mentawai 29-30 Juli 2019 di Tuapejat, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat.
Maka dari itu, sebagai langkah awal, PD AMAN Mentawai mendukung terbentuknya PHD (Pengurus Harian Daerah) PEREMPUAN AMAN Sipora dan PHKom PEREMPUAN AMAN Rokot Kepulauan Mentawai. Nulker Sababalat, Ketua Pelaksana seminar mengatakan tujuan dari seminar adalah untuk memperkuat organisasi Perempuan Adat di komunitas dan pemantapan kepengurusan organisasi Perempuan Adat.
“Agar Perempuan Adat Kepulauan Mentawai semakin berani mengutarakan pendapat untuk mendorong lahirnya kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada hak-hak mereka sebagai Perempuan Adat dan memberikan pengetahuan kepada Perempuan Adat tentang berorganisasi, manfaat organisasi, dan pentingnya organisasi,” tuturnya.
Dalam seminar ini, hadir pula narasumber, yakni Devi Anggraini Ketua Umum PEREMPUAN AMAN dan Arimbi Heroepoetri Komisioner Komnas Perempuan 2007 – 2014 Direktur Debt Watch Indonesia.
Devi saat menyampaikan materi Seminar mengatakan bahwa PEREMPUAN AMAN hadir di Nusantara karena minimnya pengakuan atas peran dan posisi Perempuan Adat sebagai pejuang perubahan sosial, diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan, kerentanan terhadap perdagangan manusia, dan kerentanan terhadap kesehatan reproduksi. “Setidaknya inilah yang menghadirkan organisasi ini di Nusantara,” ujarnya.
Devi juga menyebutkan perasaan senasib dan sepenanggunanlah yang membuat mereka bersatu untuk berupaya keluar dari masalahnya. Perempuan Adat menjadikan organisasi sebagai rumah tempat belajar, membangun strategi dan merebut ruang kesetaraan yang berkeadilan. “Mereka belajar untuk memahami wilayah kelolanya dan menimba ilmu untuk mengelola ruang kelolanya,” ujarnya (29/07).
Berbicara soal hak, Arimbi Heroepoetri menambahkan bahwa dalam Deklarasi Universal Hak Azasi Manusia (DUHAM 1948) menyebutkan bahwa semua orang dilahirkan merdeka, bebas dari diskriminasi, memiliki hak untuk hidup, larangan perbudakan, bebas dari siksaan dan hak atas pengakuan hukum. “Pemenuhan atas hak ini merupakan tanggung jawab negara dalam pemenuhan hak warga negaranya,” tuturnya. PEREMPUAN AMAN dan AMAN Mentawai
Penyunting: Ageng Wuri
Dokumentasi foto: AMAN Mentawai
Tinggalkan Balasan