Kondisi alam di beberapa daerah di Indonesia semakin mengkuatirkan. Banyak hutan dan kebun masyarakat beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit. Perusakan secara masif terus terjadi. Hutan-hutan hilang, ladang kebun musnah, sawah dan lahan ternak lenyap. Masyarakat adat yang dulunya menggantungkan hidup pada hasil hutan dan ladang kini kehilangan sumber kehidupan mereka. Belum lagi kasus HGU yang terus menghantui masyarakat.
Situasi sumberdaya alam di Indonesia tergambarkan pada Seminar Nasional “Situasi Perempuan Adat di Indonesia” (5/12) yang diselenggarakan PEREMPUAN AMAN (Persekutuan Perempuan Adat Nusantara). Ditengah daya dukung alam yang semakin minim, Yurni, Perempuan Adat Paser menyatakan “dengan keadaan seperti itu, tidak ada yang bisa memperbaiki keadaan selain masyarakat (adat) itu sendiri”.
Seminar Nasional tersebut memperlihatkan inisiatif perempuan adat melalui organisasi PEREMPUAN AMAN dalam membalik situasi krisis sumberdaya alam di wilayah adat.
Kerusakan alam yang terjadi di Binua Manyalitn, Wisa, Perempuan Adat Dayak Kanayatn, mendorong adanya Sekolah Adat Samabue. Sekolah ini dibentuk supaya pengetahuan perempuan adat seperti anyaman, budidaya pertanian, sejarah dan cerita rakyat, serta masakan tradisonal diturunkan kepada generasi muda. Dalam sekolah adat tersebut, Perempuan Adat dari kalangan pemuda dan lansia terlibat tak hanya sebagai inisiator tetapi juga pengajar sekolah adat.
Inisiatif membalik krisis yang didorong Yurni bersama PEREMPUAN AMAN adalah melalui anyaman solong penias atau bakul untuk menaruh benih. Praktik anyaman ini dilakukan sebagai upaya menyelamatkan pengetahuan perempuan adat yang secara langsung berkontribusi pada penekanan tingkat deforestasi.
Di timur Indonesia tercurah kisah dari Julrevko Manduapessy, Perempuan Adat Tananahu, Maluku. Julvreko menuturkan bahwa masyarakat adat Tananahu masih bergelut dengan teror HGU terus berupaya mempertahankan tanah. Di tengah penanaman kelapa sawit dan kakao yang semakin menjamur, masyarakat Tananahu terus berjuang mempertahankan lahan sehingga melestarikan sagu sebagai makanan pokok.
Devi Anggraini, Ketua Umum PEREMPUAN AMAN, mengatakan bahwa banyak peran dan fungsi perempuan adat hilang, feodalisme dan patriarki masih berjalan. Padahal, peran perempuan adat dalam menjaga pengetahuan dan kelestarian lingkungan sangatlah besar. “[Karena] ruang domestik perempuan adat itu bukan hanya sepetak dapur tetapi luas hingga wilayah adat.”, tutur Devi.
Melalui organisasi PEREMPUAN AMAN, Devi berharap perempuan adat harus berani, bangun kapasitas perempuan adat untuk lebih percaya diri, dan mampu menjelaskan siapa dirinya dan apa yang ingin dia lakukan dan bagaimana caranya dan bisa jadi beda. [Mae]
Saatnya yang muda bekerja keras, tanpa harus ketergantungan terhadap perusahaan.