Perempuan Adat: Hari Bumi Kami Peringati Setiap Hari

Subsistensi-Semi Subsistensi, kedaulatan pangan, merupakan kata-kata yang melekat dalam kehidupan harian Perempuan Adat. Pelaku utama yang memastikan ketersediaan pangan keluarga, komunitas dapat tersedia dan terpenuhi dari waktu ke waktu dalam beragam situasi yang dihadapi komunitas adatnya. Bagi bangsa ini, sesungguhnya Perempuan Adat merupakan penjamin ketersediaan bahkan kedaulatan atas pangan dan nutrisi. Perempuan Adat secara terus-menerus mempraktekkan dan mengembangkan pengetahuan yang dimiliki perempuan adat dari generasi ke generasi untuk mengelola sumber-sumber hidup di wilayah adatnya. Peran penting menghidupi komunitas  (baca: bangsa) sejatinya berada di tangan Perempuan Adat, bukanlah slogan tanpa bukti. Sayangnya, peran penting ini masih tidak diakui secara pantas, meski kedaulatan pangan berhasil mereka jaga dengan baik. 

Dalam situasi pandemi Covid-19 yang mengharuskan karantina atau melakukan pembatasan arus keluar dan masuk kampung-kampung, Perempuan Adat tidak mengkhawatirkan ketersediaan pangan bagi komunitasnya untuk 3 sampai dengan 12 bulan ke depan bahkan untuk periode yang lebih lama. Informasi dari 55 Wilayah Pengorganisasian PEREMPUAN AMAN menunjukkan fakta mengenai kedaulatan pangan ini. Wilayah kelola Perempuan Adat (di dalam wilayah adat) yang diurus dan dikelola baik telah menjaminkan pemenuhan bukan hanya beras tapi beragam bahan pangan seperti sagu, umbi-umbian, sorgum, jagung, kacang-kacangan, pisang, sayuran, sumber protein bahkan tanaman herbal, madu dan banyak lainnya. Barter antarkeluarga dan antarkampung kembali dilakukan di tengah pandemik. Bahkan, mereka sanggup untuk mengirimkan dukungan pangan untuk keluarga-keluarga di kota (perantuan). Bagi komunitas adat yang kemandirian pemenuhan pangannya telah hancur karena kampung berubah menjadi beragam konsesi telah memperkuat solidaritas antar perempuan adat dengan mengirimkan bahan pangan dan pertukaran kebutuhan satu dengan lainnya.

Bagi Perempuan Adat merayakan hari bumi dilakukan setiap hari melekat pada peran dan fungsinya.

Ketiadaan pengakuan, pemenuhan, serta perlindungan  terhadap hak-hak Perempuan Adat berdampak nyata pada ketahanan pangan Bangsa, lumbung pangan negeri ini. Tak cukup sampai di situ, perempuan adat masih mengalami penyingkiran atas pengetahuan adatnya terutama praktek ladang gilir balik, berladang dengan membakar yang pengetahuan ini sudah dipraktekkan dengan mengunakan perhitungan resiko dengan matang selama ratusan tahun melalui ritual adat. Ironinya, angka kekerasan terhadap Perempuan Adat dalam pengelolaan sumberdaya alam terus meningkat dari tahun ke tahun yang berujung pada kriminalisasi terhadap Perempuan Adat.

Hari Kebangkitan Perempuan Adat Nusantara (HKPAN) pada tanggal 16 April yang lalu, tidak hanya sebagai selebrasi dan apresiasi atas kehadiran Perempuan Adat semata, tetapi juga cambuk bagi kita semua untuk terus turut menyuarakan peran penting  Perempuan Adat yang gigih memastikan kedaulatan pangan untuk memberi makan kita semua. Menyuarakan adanya kebijakan nasional yang mengakui hak-hak Perempuan Adat dan melindungi identitas mereka; pengakuan akan wilayah kelola perempuan adat basis dan keberlangsungan kehidupan, pengetahuan mereka akan kedaulatan pangan dan energi, dan otoritas mereka akan pengelolaan sumber penghidupan bagi keluarga dan komunitasnya.

Geliat semangat Perempuan Adat perlu kita teladani dalam Hari Bumi ini, Pejuang yang berjalan dalam diam. Pandemi, diskriminasi berlapis tak dapat menghentikan laju arus kegigihan mereka. Hari-hari yang dijalani oleh Perempuan Adat merupakan bentuk perayaan Hari Bumi itu sendiri. Sehingga Hari ini menjadi momen yang tepat untuk menuntut penjaminan hak-hak kolektif Perempuan Adat dengan seruan SEGERA SAHKAN #RUUMasyarakatAdat !!

Selamat memperingati Hari Bumi!

Salam Berkeadilan dan Setara

PEREMPUAN AMAN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *