Mentawai, perempuan.aman.or.id — PHD (Pengurus Harian Daerah) PEREMPUAN AMAN Sipora Kepulauan Mentawai resmi terbentuk sebagai Wilayah Pengorganisasian PEREMPUAN AMAN pada tanggal 30 Juli 2019 di Tuapejat, Sipora Utara, Kepulauan Mentawai.
Sebanyak 42 individu Perempuan Adat yang berasal dari empat komunitas (kampung adat), yakni Komunitas Goiso’Oinan Kecamatan Sipora Utara, Komunitas Matobe Kecamatan Sipora Selatan, Komunitas Saureinu’ Kecamatan Sipora Selatan, dan Komunitas Sioban Sipora Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai Propinsi Sumatera Barat berkumpul menyatakan bersepakat dan setuju untuk membentuk Wilayah Pengorganisasian PEREMPUAN AMAN, yakni Pengurus Harian Daerah. Selanjutnya disebut PHD PEREMPUAN AMAN Sipora Kepulauan Mentawai.
Pembentukan PHD PEREMPUAN AMAN Sipora Kepulauan Mentawai ini telah memenuhi ketentuan dalam statuta PEREMPUAN AMAN pada Bab VIII mengenai struktur organisasi dan kepengurusan. Pasal 14 yang menjelaskan struktur organisasi pada ayat tiga (3) berbunyi: “Pengurus Harian Daerah disingkat PHD adalah struktur kepengurusan PEREMPUAN AMAN ditingkat daerah yang melingkupi persebaran anggota PEREMPUAN AMAN yang mencakup minimal (3) komunitas adat dan dibentuk oleh minimal 30 anggota.”
Pada pertemuan tersebut telah menghasilkan mandat kepengurusan PHD PEREMPUAN AMAN Sipora Kepulauan Mentawai periode 2019-2024, yakni terdiri dari Ketua Marnida, Sekretaris Resmiana, dan Bendahara Wenti Sutrianti.
Pembentukan PHD ini dilaksanakan setelah Seminar Penguatan Organisasi Perempuan Adat yang diselenggarakan oleh AMAN Daerah Kepulauan Mentawai Senin (29/07). Seminar ini mengusung tema ‘Menjadikan Perempuan Adat yang kuat dalam organisasi dan berani dalam memperjuangkan hak-haknya’.
Rapot Pardomuan Ketua PD AMAN Mentawai dalam sambutannya menceritakan bahwa Perempuan Adat di Mentawai adalah Perempuan Adat yang cenderung termarjinalkan. Dalam artian, sudah lama Perempuan Adat Mentawai tidak hadir dalam pengambilan keputusan pada rapat-rapat di ruang lingkup desa maupun komunitas.
Mereka umumnya bertugas menyiapkan makanan di dapur untuk laki-laki. Perempuan Adat Mentawai juga tidak mendapatkan pembagian warisan dari orang tua mereka.
“Kondisi ini adalah salah satu faktor yang membuat Perempuan Adat Mentawai tidak banyak atau bahkan tidak ada yang mampu mengorganisir diri serta kurang berani memberikan pendapat dalam rapat-rapat di kampung sesuai kondisi saat ini,” ujar Rapot.
Ketua PKK Kabupaten Kepulauan Mentawai Rosmaida Yudas, juga hadir membuka seminar. Ia mengatakan bahwa Perempuan Adat Kepulauan Mentawai mesti bangga sebagai Masyarakat Adat Kepulauan Mentawai. Bahwa tidak berdiri di atas kaki orang lain di tengah perubahan sosial yang mengikis nilai-nilai adat.
Menurutnya, pandangan buruk orang lain mesti diberantas. Perempuan Adat Mentawai harus menuju ke arah yang lebih baik dan tidak lagi sebagai kelompok yang termarjinalkan. “Perempuan Adat Mentawai harus bangkit dan produktif,” tegasnya. PEREMPUAN AMAN dan AMAN Mentawai
Penyunting: Ageng Wuri
Dokumentasi Foto: Rapot Pardomuan Ketua PD AMAN Mentawai
Tinggalkan Balasan