Selamat Sore Perempuan Adat di Nusantara,
Salam Berkeadilan dan Setara!
Hari ini, sepuluh tahun yang lalu pada 16 April 2012 di Tobelo Halmahera Utara, Perempuan Adat dari berbagai kampung berkumpul, menyatukan Langkah, cita-cita: bertekat berjuang untuk melantangkan suara, mengarusutamakan kepentingan Perempuan Adat dalam Gerakan Masyarakat Adat dan Kehidupan Berbangsa. Mari kita mengucapkan syukur atas restu leluhur, alam semesta dan Tuhan YME setelah 10 tahun kita masih terus merayakan Kebangkitan Perempuan Adat Nusantara. Merayakan gelora, menjejaki perjuangan dan menata tapak Langkah lebih lebar kedepan untuk mewujudkan kehidupan yang Setara dan Berkeadilan. Mari kita kirimkan doa pada para pendahulu yang telah meletakkan dasar yang kuat dan kukuh pada perjuangan Perempuan Adat.
Perempuan Adat dan seluruh pendukung perjuangan yang saya cintai,
Indonesia Raya-Nusantara, negeriku, negeri kami, negeri kita. Negeri yang dibangun atas beragam suku bangsa, budaya, cara hidup yang berbeda-beda: kekayaan perbedaan yang justru menyatukannya sebagai Bangsa. Negara yang dikenal dengan Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu.
Pada setiap pelosok Negeri ini memiliki kelimpahan Pengetahuan: tenun yang indah, anyaman yang memikat, herbal yang berkhasiat, benih local yang kuat tahan hama, pangan yang beraneka dengan nikmat rasa yang tak usah kita tanya dan masih berderet lainnya yang terus melekatkan identitas sebagai bangsa dengan beragam budaya yang terus menjadi kebanggaan sampai detik ini.
Kawan Sehati..
Identitas budaya itu dibangun dari tangan-tangan Perempuan Adat. Tangan yang setia merawat pengetahuannya, dengan tenaga dan pikirannya, Perempuan Adat telah terus-menerus mempraktikkan dan mengembangkan pengetahuan, dengan hatinya, Perempuan Adat bersabar mengenali perubahan yang mendera dan meggulung pengetahuannya, tetapi dengan tekun pula Perempuan Adat menemukan beragam upaya untuk beradaptasi, membangun resiliensi bahkan memitigasi untuk menjaminkan pengetahuan – budaya bangsa ini tidak tergerus perubahan.
Data PEREMPUAN AMAN dalam laporan Kekerasan Berbasis Gender dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam menunjukkan 98% telah terjadi perubahan lingkungan di Wilayah Adat. Salah satunya Wilayah Kelola Perempuan Adat yang tercerabut menjadi ragam konsesi: perkebunan, tambang, hutan tanaman industri, proyek infrastruktur, proyek perubahan iklim bahkan konservasi. Secara linier perubahan drastic dan massive ini mengakibatkan degradasi dan pelemahan yang konsisten dan kontinyu pada Pengetahuan Perempuan Adat. Indikasi ini diperkuat data PEREMPUAN AMAN bahwa 68% saja pengetahuan Perempuan Adat yang masih diwarisi dari para tetua
Hutan, sungai, ladang, kebun, muara, mangrove dan pesisir adalah ruang-ruang utama untuk pewarisan pengetahuan yang tidak lagi dapat digunakan. Ruang ini dipagari bukan hanya oleh kawat berduri atau tembok padat yang tinggi menjulang tetapi juga oleh luasnya hamparan sawit, akasia dan komoditas lain yang berjejer rapi, lubang galian tambang serta penjagaan ketat proyek infrastruktur dan wilayah konservasi.
Saudaraku.., My Sist and Bro! (sapaan anak muda)
Lembar fakta PEREMPUAN AMAN mengenai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan telah memperkuat fakta bahwa 58% pemenuhan pangan didapatkan dengan membeli terjadi pada wilayah adat yang diuraikan tadi. Jika pun masih menanam, benih dan pupuk didapatkan dengan membeli. Bukan hanya pangan yang tidak lagi dipenuhi secara mandiri, kehilangan terbesar adalah ragam pengetahuan Perempuan Adat di wilayah ini.
Pemenuhan pangan bagi kami, Perempuan Adat, bukan sekedar menyediakan makanan, menenun bukan hanya pemenuhan sandang, herbal bukan sekedar pengobatan tetapi pengetahuan Perempuan Adat ini berarti melangsungkan relasi dengan berbagai makhluk dan unsur alam secara harmonis, mengukuhkan nilai dan prinsip kehidupan, media komunikasi dan pewarisan antar generasi, membangun aktualisasi peran dan tanggung jawab social, serta mengekspresikan seni dan Bahasa bahkan mengutamakan bangunan spritualitas atasnya.
Kawan seperjalanan…
Tiga tahun terakhir menjadi tahun-tahun yang semakin berat bagi Perempuan Adat. RUU Masyarakat Adat tidak jelas keberadaannya, entah di antah berantah yang mana. UU Cipta Kerja, UU Minerba dan regulasi lainnya secara konsisten telah menjauhkan Perempuan Adat dari sumber pengetahuannya; memicu konflik yang terus meningkat di kampung- kampung. Mari kita lihat sebagiannya: sebagian besar wilayah adat Rakyat Penunggu sedang diserbu investasi perkebunan tebu dan proyek Kota Satelit; Kepulauan Aru dikepung perkebunan dan tambang, begitu pula Dayak Agabag di Kalimantan Utara dan Meratus, Hulu Sungai Tengah di Kalimantan Selatan, Proyek Infrastruktur di Rendu, NTT dan IKN di Paser Penajam Utara, Kalimantan Timur, deretan yang masih panjang untuk bisa disebutkan. Pembicaraan ini asing, tidak pernah didengar oleh Perempuan Adat, lagi-lagi data PEREMPUAN AMAN menunjukkan 90% tidak pernah dilaksanakannya FPIC. Suara, Kepentingan Perempuan Adat, tidak pernah dirujuk bahkan tidak didengarkan apalagi meminta persetujuan. Namun, Perempuan Adat justru di garis terdepan menunjukkan sikap untuk menghentikan penghancuran kehidupan meski berujung pada kekerasan berlapis yang dialami.
Kemauan dan konsistensi Perempuan Adat untuk terus merawat pengetahuan yang telah terbukti sebagai pondasi utama kemandirian kehidupan komunitas dibenturkan langsung dengan pembangunan. Partisipasi, dikunci dengan kehadiran aparat keamanan, militer yang dikerahkan untuk pengamanan proyek (katanya) untuk kesejahteraan Rakyat.
Ironisnya, seringkali proyek-proyek inilah yang menghancurkan tatanan kesejahteraan bersahaja yang disemai dan dirawat oleh tangan-tangan Perempuan Adat yang memastikan kemandirian kehidupan Masyarakat Adat yang artinya membangun kemandirian kehidupan bangsa ini.
Penghancuran atas pengetahuan yang diampu oleh Perempuan Adat berarti dengan sengaja berupaya meluluhlantakkan kehidupan. Penghancuran atas pengetahuan Perempuan Adat bentuk tindakan pemusnahan budaya dan pemberangusan PERADABAN. Mengakhiri identitas kita sebagai Bangsa beragam budaya, BHINEKA TUNGGAL IKA.
Sahabat kami,…
Perempuan Adat dengan segenap tubuh dan tenaganya telah merawat pengetahuan, dengan sepenuh-penuh pikir dan tindakannya mengembangkan dan meneruskan pengetahuan, dengan segenap jiwanya, Perempuan Adat menjadikan pengetahuan sebagai bangunan nilai kehidupan.
Untuk itu, saudaraku, sahabat seiring perjalanan, Perempuan Adat!
Mari kita bergandeng tangan, bersama kami, Perempuan Adat; memperkuat solidaritas; membangun kerja lintas para pihak untuk menempatkan Pengetahuan Perempuan Adat yang memastikan kehidupan berkelanjutan antar generasi sebagai bangunan Bangsa yang Berbudaya!
Mari hentikan seluruh upaya Penghancuran terhadap Kedaulatan atas Pengetahuan dan Otoritas Perempuan Adat.
#Tanah,HidupKita
#Pengetahuan,JiwaKita!
Salam Berkeadilan dan Setara
PEREMPUAN AMAN!
Tinggalkan Balasan