Bogor, 16 April 2021
Salam Nusantara, Salam Semangat!!
PEREMPUAN AMAN… Berkeadilan Setara, setara, Semangat!!
Saya ingin menyapa terlebih dahulu, Kepada Yth DAMANNAS dan SEKJEN AMAN, Pimpinan dan Pengurus Nasional Organisasi Sayap, Para Deputi SEKJEN AMAN, Pengurus Badan Otonom dan Badan Usaha, Dewan Pakar PEREMPUAN AMAN, Pengurus dan Anggota PEREMPUAN AMAN, Perwakilan Pemerintah, Mitra dan Pendukung PEREMPUAN AMAN, kawan-kawan Organisasi Masyarakat Sipil, Jurnalis, serta Seluruh Tamu undangan yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Selamat datang dalam Perayaan Hari Kebangkitan Perempuan Adat Nusantara yang ke 9 dan Menuju Temu Nasional III PEREMPUAN AMAN yang akan dilaksanakan pada tanggal 17-20 April 2021 yang bertema : “Meneguhkan Kehadiran Perempuan Adat dalam Pengambilan Keputusan”.
Marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan Kesehatan dan kemudahan untuk dapat Bersama Merayakan Hari Kebangkitan Perempuan Adat Nusantara serta berterimakasih atas Restu para Leluhur yang terus mengawal Langkah dan memberikan Spirit menjaga Nafas dari Gerakan Masyarakat dan dan Perempuan Adat sampai saat ini. Saya ingin mengajak kita semua menundukkan kepala mengenang perjuangan dan mengirimkan doa untuk Tetua Masyarakat Adat, Pimpinan Gerakan ini yang telah berpulang…Terimakasih.
Bapak-Ibu, Kakak-Kakak dan Para Pemuda,
Tahun ke 9 PEREMPUAN AMAN yang dirayakan pada hari ini telah menghantarkan saya pada perjalanan untuk dapat mewujudkan Rumah bagi Perempuan Adat didalam Gerakan Masyarakat Adat dan Kehidupan Berbangsa. Bermula pada 21 tahun lalu, tahun 1999 ketika Kongres Masyarakat Adat Nusantara yang pertama diselenggarakan di Jakarta,telah berhasil menghadirkan pemimpin-pemimpin Gerakan Masyarakat Adat dari berbagai kampung di Nusantara ini. Perempuan dan Laki-laki! Mereka sungguh menggorganisir, memimpin aksi-aksi nyata di kampung-kampung menolak penghancuran dan perampasan atas wilayah adatnya, pada tatanan kehidupan yang harmonis dengan berbagai unsur alam yang dijaga dalam nilai luhur kehidupannya. Saya menemui Mama Yosepha Alomang, Perempuan berperawakan kecil dengan Nyali yang besar dari Kamoro, Papua; Nai Sinta dan Intan Bako, inang-inang Batak yang gigih penuh tekat mempertahankan Sugapa, kampungnya;
Almarhumah Ibu Den Upa Rombelayuk, perempuan tinggi besar yang telah mengambil Langkah besar melampui zamannya menempatkan Kepemimpinan Perempuan Adat dalam Struktur pengambilan keputusan di tingkat Desa; Rukmini Paata Toheke, perempuan dari Ngata Toro yang mengkritisi dan merevitalisasi peran Perempuan Adat dalam kelembagaan adatnya, dan masih akan bertambah Panjang daftar ini jika kita sebutkan satu persatu. Perempuan Adat yang hadir kala itu, Sungguh Perempuan Pemberani memutuskan untuk keluar dari Kampung, bersuara dengan lantang, tidak sungkan menyanggah jika berusaha dikebelakangkan bahkan berdebat dengan keras dengan sesama pemimpin lainnya untuk merebut dan memastikan tempat bagi Perempuan Adat. Pengawalan pada Anggaran Dasar AMAN (ketika dideklarasikan 17 Maret 1999) menjadi langkah awal Perempuan Adat merebut tempat dalam Gerakan Masyarakat Adat, memastikan satu pasal mengatur bahwa keterwakilan Dewan AMAN setiap Daerah terdiri dari 1 perempuan dan 1 laki-laki sebagai. Pelanggaran pada mandat Anggaran Dasar ini tetap saja dilakukan beberapa daerah.
Keras dan Alot!
Menjaga dan memelihara ruang Perempuan Adat tidak serta merta menjadi mudah. Tantangan berlapis bagi Perempuan Adat untuk berkumpul, memiliki kegiatan/pertemuan berorganisasi, keluar kampung bukan perkara gampang. Tehnologi komunikasi, transportasi belum semaju saat ini menjadi kendala. Transportasi dari kampung selain akses yang terbatas juga membutuhkan waktu yang Panjang. Tantangan harian yang tidak dapat dijawab dalam waktu yang singkat bagi Perempuan Adat. Bahkan perubahan pada tantangan harian ini memerlukan perubahan yang dalam sampai pada pola pikir/paradigma relasi laki-laki dan perempuan, keluarga, komunitas/kampung-Desa dan seterusnya. Sekalipun Perempuan Adat ini adalah pemimpin perlawanan di kampung-kampung.
1999-2007
Masih di Tahun 1999, kesadaran atas lapis keterbatasan justru menguatkan semangat pemimpin perempuan adat untuk mengadakan pertemuan khusus perempuan adat dalam rangkaian Rapat Kerja AMAN I di Kintamani, Bali. Kepanitian, penggalangan dana dilakukan secara terpisah. Pertemuan ini memiliki 2 tujuan utama yaitu memastikan kehadiran Perempuan Adat dalam Rapat Kerja AMAN untuk mendorong agenda perempuan adat menjadi bagian dan secara terpisah pertemuan Perempuan Adat dilakukan untuk mengonsolidasikan harapan mewujudkan posisi tawar perempuan adat dalam Gerakan Masyarakat Adat. Saat itu, pertemuan ini hendak membangun Aliansi Perempuan Adat Nusantara (APAN) sebagai rumah bagi Perempuan Adat untuk memperjuangkan hak-haknya, menyelenggarakan penguatan kapasitas Perempuan Adat yang tertuang dalam rencana kerja. Ketika pembicaraan sampai pada titik: siapa dan bagaimana mengurus APAN, menjadikan pembicaraan seperti tidak menemukan jawaban antara Perempuan Adat dan OMS pendukung. Perempuan Adat yang hadir memutuskan untuk mendorong masuk seluruh hasil pertemuan menjadi bagian rencana kerja di AMAN. Sayangnya, AMAN juga baru memulai tapak membangun organisasinya belum memiliki kapasitas optimal memfasilitasi Perempuan Adat. Sumberdaya dan pemahaman pada substansi mengenai Perempuan Adat salah satu alasannya. Kepemimpinan, koordinasi antar kampung-Perempuan Adat, menjadi tantangan utama yang pada akhirnya membuat APAN layu sebelum berkembang.
Meskipun AMAN terus berkembang menjadi organisasi Masyarakat Adat yang diperhitungkan bukan hanya di Indonesia bahkan Dunia, penguatan agenda-agenda Perempuan Adat tidak berjalan seiring dengan perkembangan itu. Tindakan merebut ruang bagi Perempuan Adat di AMAN masih di titik yang sama, internal Gerakan Masyarakat Adat. Meskipun AMAN memiliki komitmen untuk memastikan bahwa Perempuan Adat terlibat secara penuh dalam proses organisasi tetap saja dibutuh beragam intervensi dan upaya yang keras untuk memastikan proses yang sama juga berjalan di kampung-komunitas, daerah. Praktik budaya yang meminggirkan Perempuan Adat masih mengakar kuat yang suka atau tidak terbawa dalam Tindakan-tindakan dan proses pengambilan keputusan di AMAN. TIDAK ADIL!! bagi Perempuan Adat mendapatkan beban yang sangat berat, bertarung bebas di kampung-komunitas dan AMAN (bahkan hanya untuk mewujudkan kehadiran sebagai bagian dari GMA) tanpa mendapatkan dukungan yang mempersiapkan Perempuan Adat mengenali kekuatannya, menemukenali strategi yang dapat digunakan untuk memastikan bahwa peran Perempuan Adat di komunitas dan Gerakan Masyarakat Adat sama besar dan kecilnya dengan kelompok yang didominasi oleh laki-laki.
2007-2012 Menapak Kehadiran Perempuan Adat
Perjuangan tidak pernah surut, Tindakan dan kesempatan kecil baik secara terpisah ataupun dalam rangkaian kegiatan AMAN digunakan oleh Perempuan Adat untuk mengkonsolidasikan dirinya. Meski masih sporadic, pada masa ini, Perempuan Adat menggunakan kesempatan pada Sarasehan Perempuan Adat dalam rangkaian Kongres Masyarakat Adat Nusantara ke III di Pontianak. Saat itu tahun 2007, Perempuan Adat membangun momentum pencapaian yang menentukan bagi lahirnya PEREMPUAN AMAN. Butir rekomendasi menyatakan bahwa AMAN harus memiliki Direktorat Khusus untuk Pemberdayaan Perempuan Adat yang dipimpin langsung oleh Perempuan Adat diadopsi dalam rapat pleno KMAN III. Mandat ini menyebutkan salah satu tugas Direktorat Pemberdayaan Perempuan Adat di AMAN memfasilitasi terbentuknya Organisasi Sayap Perempuan Adat. Pada masa ini langkah mulai dibangun untuk mewujudkan organisasi sayap Perempuan Adat dalam rangkaian KMAN IV di Tobelo, Halmera Utara. Temu Nasional I PEREMPUAN AMAN mendeklarasikan Rumah bagi Perempuan Adat bernama Persekutuan Perempuan Adat Nusantara (PEREMPUAN AMAN) pada 16 April, 9 tahun lalu.
2012- Saat ini : Mematahkan Patriarki dan Feodalisme
Setelah 9 tahun, PEREMPUAN AMAN semakin menguatkan perannya sebagai Rumah bagi Perempuan Adat untuk mengkonsolidasikan gagasan dan cita-cita Bersama untuk mewujudkan Kehidupan yang Berkeadilan dan Setara didalam kehidupan Masyarakat Adat yang Berdaulat, Mandiri dan Bermartabat. Terdapat 2.479 anggota yang terkonsolidasi dalam 58 Wilayah Pengorganisasian PEREMPUAN AMAN.
PEREMPUAN AMAN telah menjadi ruang bagi Perempuan Adat untuk melakukan pembongkaran identitas diri sebagai Perempuan Adat, menemukenali kekuatan yang diletakkan pada Wilayah Kelola Perempuan Adat didalam Wilayah Adat, Pengetahuan dan Otoritas sebagai bangunan identitas politik Perempuan Adat. Pembatasan keterlibatan Perempuan Adat dalam proses pengambilan keputusan dan posisi strategis di komunitasnya masih menjadi fokus utama perubahan yang akan didorong oleh Pengurus dan Anggota PEREMPUAN AMAN di WP PA. Laporan Gender Base Violence PA telah menunjukkan 90% Pembangunan di Wilayah Adat tidak melibatkan Perempuan Adat.
Di usia yang kesembilan tahun ini, PEREMPUAN AMAN akan terus berjuang dan meneguhkan kehadirannya untuk mendapatkan hak yang sama dan setara dengan warga negara lainnya. Termasuk hak untuk berpatisipasi dalam proses pengambilan keputusan, hak untuk mengatur, mengelola, memanfaatkan, dan merawat wilayah Kelola Perempuan Adat di dalam Wilayah Adat. Dan hak untuk menggunakan, mengontrol, melestarikan, dan mengembangkan pengetahuan tradisional yang dimiliki.
PEREMPUAN AMAN telah menjadi representasi politik bagi suara Perempuan Adat di berbagai ruang strategis melalui ragam kerja dan intervensi kebijakan pembangunan di Indonesia yang tidak menempatkan Perempuan Adat sebagai bagian utuh dari Negara. Pembangunan yang lebih menempatkan kepentingan ekonomi global, konsesi tambang, perkebunan monokultur yang rakus lahan dan merampas wilayah-wilayah adat serta melakukan perubahan drastic dan massive yang pengetahuan pengelolaan tidak menjadi bagian pengetahuan Perempuan Adat yang tidak memiliki kesempatan menyesuaikan diri. Akibatnya Perempuan Adat tersingkir dari wilayah Kelola perempuan adat dan pengetahuannya dimatikan. Dengan begitu Perempuan Adat akan kehilangan kewenangan dalam mengatur hidupnya.
Negara secara nyata sedang menghancurkan kemandirian dan identitas politik Perempuan Adat. Ini adalah diskriminasi dan kekerasan yang paling mendasar bagaimana hak hidup dan hak social politik warga negara dihabisi oleh Negara melalui kebijakan Pembangunan di Indonesia.
Organisasi PEREMPUAN AMAN haruslah mampu melakukan transformasi (perubahan) pada individu dan kelompok Perempuan Adat melalui bangunan kesadaran dan Identitas politik sebagai Perempuan Adat yang menghadirkan organisasi sebagai representasi politik Perempuan Adat dalam aspek kehidupan berkeluarga, berbangsa, dan bernegara serta mewujudkan kepemimpinan Perempuan Adat yang terdistribusi di pengambilan keputusan dan sebaran wilayah geografis.
Tinggalkan Balasan