Refleksi Perempuan Adat Dalam Perayaan HIMAS 2018

Menagih Janji Perlindungan Hak Kolektif Perempuan Adat dalam RUU Masyarakat Adat

Jakarta, www.perempuanaman.or.id–Pada 13 September 2007 Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hak-Hak Masyarakat Adat menetapkan tanggal 9 Agustus sebagai Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS). Tanggal yang bersejarah bagi masyarakat adat ditandai sebagai pertemuan pertama Kelompok Kerja PBB mengenai Populasi Masyarakat Adat di tahun 1984. Sejak saat itu , 9 Agustus menjadi momen sebagai pesan PBB untuk pengakuan dan melindungi hak-hak masyarakat adat baik hak kolektif maupun hak individual.

Persekutuan Perempuan Adat Nusantara (PEREMPUAN) AMAN sebagai organisasi sayap AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) merefleksikan HIMAS sebagai perenungan panjang atas hak-hak kolektif perempuan adat yang belum mendapat tempat dan dilindungi dalam beragam kebijakan di Indonesia. Refleksi ini sejalan dengan tema AMAN dalam perayaan HIMAS yang diselenggarakan pada hari Kamis tanggal 9 Agustus 2018 di Up in Smoke, Mega Kuningan Jakarta, yaitu “Masyarakat Adat: Ada Dititik Mana Sekarang?”

Perempuan Adat merupakan bagian Masyarakat Adat yang tak dapat terpisahkan. Seperti yang dikatakan oleh KETUA UMUM PEREMPUAN AMAN, Devi Anggraini, “perempuan adat merupakan pondasi penting dalam keberlangsungan masyarakat adat bahkan masa depan bangsa Indonesia,” ujarnya. Hal senada sering dikatakan oleh Dewan AMAN Nasional, Abdon Nababan dalam pidato-pidatonya bahwa perempuan adat adalah subsistensi masyarakat adat. Artinya perempuan adat pengampu pengetahuan yang memastikan keberlangsungan dan keberlanjutan hidup masyarakat adat.

Perempuan adat mempraktikkan tradisi lisan atau tuturan yang sampai saat ini tidak pernah selalu tersedia bukti naskahnya. Pengetahuan dalam bentuk tradisi lisan ini diteruskan secara turun temurun kepada generasi berikutnya untuk tetap dilakukan sebagai jalan hidup dengan alam.
Namun, Perempuan Adat justru menghadapi beragam tantangan untuk menyuarakan kepentingannya sendiri. Masih tidak tampak. Karena itulah RUU Masyarakat Adat dilihat oleh PEREMPUAN AMAN sebagai produk hukum yang paling memungkinkan untuk mengakui dan melindungi hak kolektif perempuan adat.

Hal ini juga terkait dengan janji Nawacita Presiden Joko Widodo kepada Masyarakat Adat. Nawacita yang berisi sembilan poin, enam di antaranya merupakan usulan langsung dari Masyarakat Adat Nusantara. Menurut Devi, kajian atas pelaksanaan Nawacita Jokowi untuk MA sedang dilakukan. “Penyerahan hutan adat sudah ada sekitar 19 ribu hektar meski tidak signifikan,” ujarnya.

Salah satunya yang paling dinanti adalah RUU Masyarakat Adat dapat disahkan oleh DPR RI tahun ini. Namun perjalanan panjang realisasi RUU Masyarakat Adat masih belum juga ketuk palu. Pemerintah masih gamang. Meski pada 19 Juli lalu, Baleg DPR RI telah menggelar Rapat Kerja yang dihadiri Pemerintah, Tjahjo Kumolo (Kemendagri), Kemendes PDTT (Eko Putro Sandjojo). Rapat Kerja ini menghasilkan kesepakatan untuk menindaklanjuti pembahasan RUU Masyarakat Adat.

Rapat berikutnya akan digelar pada 16 Agustus 2018 nanti dengan membawa tugas masing-masing. Pemerintah menyiapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dan DPR membawa hasil kunjungan daerahnya terkait RUU ini. Kebijakan yang diharapkan dapat memberikan ruang bagi perempuan adat dan keluarganya hidup secara mandiri, mendapat perlindungan di tanahnya sendiri tanpa ada gangguan dari luar bahkan dari kampungnya sendiri. Semoga pemerintah tidak lagi memberikan harapan palsu kepada mereka.

Bersamaan dengan perayaan HIMAS ini, AMAN juga berkesempatan meluncurkan sebuah aplikasi sosial media. Sekjen AMAN, Rukka Sombolinggi menuturkan aplikasi ini dihadirkan sebagai portal media sosial isu masyarakat adat yang dapat diakses oleh publik secara luas melalui smartphone. “Ini menjadi media untuk mengontrol kondisi dan perkembangan masyarakat adat,” ujarnya Kamis (9/8).

Kehadiran aplikasi ini seiring dengan banyaknya jumlah anggota AMAN sekaligus upaya mengikuti perkembangan zaman. AMAN beranggotakan 2.373 komunitas adat dengan menghimpun lebih dari 18 juta individu masyarakat adat dari berbagai daerah. Pada momen peringatan Himas 2018, kata Rukka, AMAN juga meluncurkan peta wilayah adat yang dibuat melalui pemetaan partisipatif bernama “Satu Peta Rakyat Indonesia”.

Malam itu juga dihadiri puluhan anggota Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN). Mereka berkumpul dengan menggunakan pakaian adat dari berbagai daerah. Perayaan ini juga dilengkapi sajian Kuliner Nusantara dengan tema Food As Foundation: Traditions, Culture, Rights. Tak lupa hiburan musik dari seniman tanah air, yakni Fery Sape & Dadang Pohon Tua. (Ageng Wuri)

Editor: Muntaza.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *