Tangan-Tangan Tak Terlihat Perempuan Adat pada Sajian yang Kita Santap

Selamat hari pangan sedunia, sobat! Sarapan apa kalian pagi ini? Apakah nasi kuning, seperti yang tertampil pada ilustrasi hari ini? Teman-teman semua, tahukah kalian bahwa ada kontribusi besar dari Perempuan Adat dalam kedaulatan pangan kita?


Pada tahun 2015, sebanyak 3.631.000 ton padi diproduksi dari sebaran ladang di Pulau Jawa (371.686 ha), Kalimantan (266.921 ha) dan Sumatera (222.948 ha). Pertanian padi ladang (atau perladangan gilir balik) telah ratusan tahun lalu dilakukan oleh Masyarakat Adat, utamanya Perempuan Adat. Praktik ini kemudian dilarang oleh penjajah karena dianggap membuka hutan primer. Artinya, hutan yang dibuka merupakan bekas ladang yang telah ditinggalkan dalam periode tertentu, yang kemudian kembali menjadi hutan.


Sebanyak 31 juta orang Indonesia menikmati hasil jerih payah Perempuan Adat dalam bercocok tanam.

Perladangan gilir balik juga mendapat tekanan dari pemerintah. Perempuan Adat takut untuk membuka lahan ladang karena kemungkinan dikriminalisasi tinggi. Pembukaan ladang diawali dengan pembersihan lahan dengan cara membakar. Larangan ini terkait dengan stigma dan tudingan bahwa Masyarakat Adat sebagai penyebab kebakaran hutan dan asap di tahun 2015.


Terdapat lebih banyak Perempuan Adat yang berladang dibandingkan kelompok-kelompok lainnya.

PEREMPUAN AMAN melihat tudingan ini lemah. Jumlah titik api terbanyak selama Januari hingga Oktober 2015 justru terdapat di lahan Hutan Tanaman Industri dan moratorium izin. Perempuan Adat, di sisi lain, memiliki Pengetahuan Adat yang membuat pelaksanaan pembersihan lahan berjalan lancar selama ratusan tahun. Mereka mengkalkulasi teknis pembakaran, pelaksanaan ritual adat, pemilihan waktu, hukum adat beserta sanksi sosial dan adat bilamana ada perambatan api di luar lahan yang hendak dikelola.


Grafik diatas memperlihatkan perbandingan luasan lahan panen padi ladang dan padi sawah dalam satuan hektar.
Grafik diatas memperlihatkan sebaran titik api. Terlihat bahwa sebaran titik api tidak mendominasi wilayah adat. Malah, banyak terdapat di lahan HTI.

Pengetahuan Perempuan Adat inilah yang melahirkan sumber pangan di negeri kita. Jerih payah Perempuan Adat hadir dalam tiap sajian makananmu. Praktik-praktik Adat semacam inilah yang mestinya dilindungi guna memberantas bencana kelaparan; yang semestinya diapresiasi dan dilindungi, bukannya dikriminalisasi. Apresiasi lain yang lebih penting ialah perlindungan dan penjaminan mereka akan akses mereka terhadap wilayah adat mereka, salah satunya ialah dengan mengesahkan #RUUMasyarakatAdat. Perempuan Adat perlu diakui sebagai bagian dari bangsa kita ini. Tanpa mereka, apa yang akan kita makan? Selamat merayakan hari pangan sedunia! Terima kasih, #PerempuanAdat <3
Lembar fakta Perempuan Adat dan Kebakaran Hutan dapat kalian unduh disini.

One Response to “Tangan-Tangan Tak Terlihat Perempuan Adat pada Sajian yang Kita Santap”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *