Latar Belakang
Indonesia sebagai negara kepulauan terdiri atas suku bangsa yang didalamnya termasuk Masyarakat Adat. Data BPS tahun 2010 memperlihatkan di Indonesia terdapat 1.128 suku. Diperkirakan jumlah Masyarakat Adat sebanyak 70 juta jiwa dari 254,9 juta populasi di Indonesia. Diestimasi bahwa 49% dari jumlah Masyarakat Adat adalah jumlah Perempuan Adat, yakni 34,3 juta jiwa.
Perempuan Adat di seluruh pelosok Nusantara masih mengalami beragam bentuk penyingkiran (eksklusi) dan kekerasan baik di ranah domestik, publik dan Negara (lihat Tsing 1998, KOMNAS Perempuan 2013& 2015). Keberadaan konsesi-konsesi di dalam wilayah adat oleh Negara berakibat pada penghancuran dan pengkerutan ruang hidup dan wilayah kelola Perempuan Adat. Sementara di sisi lain, ruang politik—baik di lingkup komunitas maupun Negara—bagi Perempuan Adat menyuarakan kepentingannya masih sempit dan terbatas. Situasi tersebut menyebabkan pencerabutan identitas dan pengetahuan Perempuan Adat serta pengerusakan atas tubuhnya, anak-anaknya serta jiwa-jiwa yang akan lahir.
Menyikapi penghancuran yang sistematis tersebut, Perempuan Adat menolak diam dengan menunjukkan peran dan posisinya sebagai pejuang perubahan sosial. Perempuan Adat sejak lama telah berjuang dan melawan berbagai bentuk penindasan, ketidakadilan, eksploitasi dan perampasan atas hak-haknya baik sebagai perempuan dan Perempuan Adat yang diakibatkan dari tatanan kebijakan global, nasional, lokal dan komunitas yang belum berpihak dan diskriminatif terhadap Perempuan Adat. Didasari rasa senasib sepenanggungan serta cita-cita bersama, Perempuan Adat berkumpul dan menggalang kekuatan yang tangguh bersama PEREMPUAN AMAN sehingga mampu mewujudkan kehidupan bermasyarakat yang setara, adil dan berkelanjutan.
Persekutuan Perempuan Adat Nusantara AMAN (PEREMPUAN AMAN) adalah organisasi sayap Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) yang dideklarasikan pada tanggal 16 April 2012 di Tobelo, Halmahera Utara Provinsi Maluku Utara. Organisasi ini didirikan berdasar pengalaman bahwa Perempuan Adat membutuhkan wadah selain AMAN sebagai tempat belajar dan mengkonsolidasikan diri untuk mampu menyuarakan kepentingannya sendiri. Dalam rangka itulah, PEREMPUAN AMAN didirikan untuk mampu memfasilitasi Perempuan-Perempuan Adat mengorganisir diri, pengetahuan dan hak-haknya. Organisasi ini beranggotakan individu Perempuan Adat yang berasal dari komunitas anggota AMAN.
Visi PEREMPUAN AMAN
“Perempuan Adat berdaulat atas dirinya, kehidupannya, wilayah hidupnya, masyarakat dan Negara dalam rangka mewujudkan cita-cita Masyarakat Adat yang Setara, Berdaulat, Mandiri, dan Bermartabat.”
Misi PEREMPUAN AMAN yaitu:
1) Memperkuat identitas, kepercayaan diri, harkat dan martabat Perempuan Adat.
2) Membela dan memperjuangkan pengakuan, penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak Perempuan Adat serta penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap Perempuan Adat
3) Memastikan adanya pengakuan terhadap pengetahuan dan ketrampilan Perempuan Adat dalam pengelolaan sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya, serta nilai-nilai spiritual dan budaya
4) Memastikan generasi muda melanjutkan pengetahuan dan keterampilan Perempuan Adat
5) Memastikan terciptanya kesetaraan dan keadilan gender di dalam keluarga, komunitas,
organisasi induk (AMAN), organisasi sayap, dan badan otonom serta negara
6) Membangun, mengembangkan dan memperkuat kader-kader penggerak dan pemimpin Perempuan Adat
7) Memastikan adanya kebijakan yang berpihak kepada kepentingan dan Pemenuhan Hak Perempuan Adat
Isu Strategis PEREMPUAN AMAN
1. Untuk mencapai kedaulatan Perempuan Adat atas dirinya dan
kehidupannya, memastikan kesetaraan dan keadilan gender dalam berbagai relasi pengambilan keputusan dan resiliensi komunitas dalam menghadapi krisis, diperlukan adanya kelembagaan/organisasi yang kuat, disertai berbagai mekanisme dan peningkatan kapasitas yang cukup bagi anggota dan kepemimpinan Perempuan Adat
2. Untuk memastikan hak-hak perempuan adat terintegrasi dalam berbagai peraturan perundang-undangan, kebijakan dan program-program pembangunan di Indonesia, serta di dalam aturan-aturan di komunitas, diperlukan penguatan peran, posisi, keterlibatan penuh yang efektif dalam berbagai proses pengambilan keputusan, serta keterwakilan perempuan adat dalam posisi-posisi strategis di berbagai tingkatan.
3. Untuk mewujudkan kemandirian ekonomi komunitas adat demi mendukung agenda-agenda perempuan adat, diperlukan adanya aksi-aksi kolektif perempuan adat di komunitas, untuk mengelola berbagai potensi ekonomi dari SDA sebagai sumber-sumber kehidupan di wilayah adat dengan perspektif keadilan gender.