Oleh Seliani
Persekutuan Perempuan Adat Nusantara Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (PEREMPUAN AMAN) adalah organisasi sayap AMAN sekaligus organisasi perempuan adat yang memiliki 67 wilayah pengorganisasian dengan jumlah anggota mencapai 2.855 perempuan adat di Indonesia. Sementara itu, Pengurus Harian Daerah (PHD) PEREMPUAN AMAN Lou Bawe merupakan salah satu wilayah pengorganisasian yang dibentuk pada 2017 (awalnya bernama PHD Samarinda). Kami di sini bekerja bersama 111 anggota perempuan adat di 13 kampung di Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kabupaten Paser, dan Kota Samarinda di Kalimantan Timur.
Melalui tulisan ini, kami hendak berbagi kisah tentang upaya-upaya kedaulatan pangan dengan para perempuan adat di level kampung atau komunitas Masyarakat Adat.
Respon Cepat Pandemi dan Unit Usaha
Pada 2020 lalu, kami sempat khawatir akan terjadinya krisis pangan di wilayah adat. Selain menghadapi situasi menantang akibat pandemi, kami juga memiliki persoalan lain terkait kondisi alam, seperti kemarau berkepanjangan, banjir, dan gagal panen karena serangan hama. Berbagai tantangan tersebut berdampak pada kehidupan banyak perempuan adat di kampung terkait dengan peran penting kami di dalam keluarga, khususnya dalam mendukung pangan dan kebutuhan pokok lainnya.
PHD PEREMPUAN AMAN Lou Bawe kemudian membuat Program Respon Cepat Pandemi Covid-19 dan Program Unit Usaha di Komunitas. Salah satu kegiatan yang kami lakukan adalah pembagian paket sembako dan perlengkapan kesehatan (termasuk masker). Hal itu juga dilanjutkan dengan pembentukan 22 unit usaha di 10 kampung dan satu kota, yaitu Kampung Dingin, Kampung Lambing, Kampung Payang, Kampung Damai Seberang, Kampung Muara Bomboy, Kampung Muara Tae, Kampung Mancong, Kampung Sembuan, Kampung Linggang Mapan, Kampung Asa, dan Kota Samarinda.
Unit usaha yang kami bentuk bertujuan untuk membantu kawan-kawan perempuan adat mencukupi kebutuhan pangan sehari-hari selama Covid-19 melanda. Kami berkumpul dan membentuk kelompok yang terdiri dari tiga sampai lima orang untuk membuat unit usaha bersama. Jenis usaha bersama itu bervariasi, mulai dari kegiatan menanam sayur, berternak ayam pedaging, berternak ikan lele, dan menjahit masker. Pengembangan jenis unit usaha tersebut didasarkan pada pertimbangan untuk menghasilkan produk yang berpotensi memberikan keuntungan secara bersama dalam jangka waktu sekitar tiga bulan.
Setelah tiga bulan berjalan, kami melakukan refleksi bersama terhadap unit usaha yang dijalankan. Pada kesempatan itu, kami dapat saling berbagi pengalaman dan pengetahuan. Dari cerita kawan-kawan perempuan adat di kampung, terdapat beragam tantangan yang kami hadapi. Namun, pada akhirnya, semua dapat berjalan dan berproses bersama hingga panen tiba.
Di saat yang sama, kami juga telah membangun unit usaha ternak babi yang kami namakan Program Seribu Babi untuk mendukung kedaulatan pangan perempuan adat, khususnya di Kampung Lambing. Ada kisah menarik dari proses kami untuk itu.
Kami menghadapi banyak tantangan, namun kami tetap semangat dan antusias untuk terus melanjutkan kegiatan unit usaha bersama tersebut. Di Kampung Lambing, para perempuan adat bersepakat untuk menggabungkan tiga unit usaha untuk Program Seribu Babi. Ibu Kresensia Laura Lisaria, seorang perempuan adat dari Kampung Lambing, mengatakan bahwa program tersebut mendapatkan dukungan dana dari AMAN melalui Program Kedaulatan Pangan.
Program Seribu Babi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan para perempuan adat. Sistem kerjanya berkelompok, yaitu berternak babi secara bersama. Bagi anggota yang ternak babinya sudah beranak, maka ia wajib memberikan seekor anak babi kepada anggota yang belum mendapatkan bibit babi. Ternak babi yang sudah siap panen pun akan bisa dijual atau dikonsumsi sendiri.
Melalui berbagai kegiatan unit usaha maupun Program Kedaulatan Pangan itu, kami menjadi lebih berdaya dalam menghadapi ancaman krisis pangan di tengah pandemi. Selain kebutuhan pangan dapat tercukupi, kami juga mendapatkan banyak pengalaman dan pengetahuan baru. Ada yang berhasil dalam menjalankan unit usaha, namun ada juga yang mengaku gagal. Kami saling menguatkan dan memberikan dukungan moril satu sama lain.
Maka, mari, kawan-kawan perempuan adat se-Nusantara, kita upayakan kedaulatan pangan di komunitas Masyarakat Adat kita masing-masing. Kita kelola wilayah adat kita agar tidak dikelola oleh orang lain!
Salam keadilan dan setara!
***
Penulis adalah Perempuan Adat dari Komunitas Masyarakat Adat Dayeq Jumetn Tuwayaatn yang tinggal di Kampung Sembuan, Kecamatan Nyuatan, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur. Selain sibuk menjadi bagian dari PHD PEREMPUAN AMAN Lou Bawe, penulis juga bergabung menjadi jurnalis rakyat AMAN bersama Tempo Witness.
Tinggalkan Balasan