HASHTAGNEWS.ID – Sebanyak 13 lembaga aliansi menyerukan aksi tarik mundur anggota Polri dari wilayah masyarakat adat Rendu di Nagekeo, Nusa Tenggara Timur dengan berisi 5 tuntutan. Minggu (12/12/2021).
Adapun 13 lembaga aliansi yang tergabung, dari Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Greenpeace Indonesia, Walhi, Kontras, Sayogyo Institut, Fraksi Rakyat Indonesia, Perempuan Aman, Jatam, BPAN, Bersihkan Indonesia, ICEL.
Menurut informasi dari lembaga aliansi, sejak 9 Desember 2021, ratusan anggota Polres Nagekeo yang dipimpin oleh Kasat Intel Serfolus Tegu telah memasuki wilayah komunitas masyarakat adat Rendu yang terletak di wilayah Kabupaten Nagekeo, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Rombongan anggota kepolisian tersebut dengan paksa melakukan pembongkaran pagar rumah jaga yang didirikan secara mandiri oleh Masyarakat Adat yang melakukan aksi penolakan pembangunan waduk lambo di wilayah adat mereka.
Pembongkaran tersebut disertai dengan kekerasan kepada warga yang melakukan penghadangan.
Akibat upaya pembongkaran paksa pada 9 Desember 2021, terdapat 2 (dua) orang mama-mama yang mengalami luka-luka di bagian kaki dan tangannya yaitu Mama Lusia Anggo dan Mama Helena Sole.
Pembangunan waduk Lambo di Lowo Se ini ditolak oleh Masyarakat Adat di Rendu, Ndora, dan Lambo karena dikhawatirkan akan menenggelamkan 3 (tiga) wilayah adat yang ada di Kabupaten Nagekeo.
Akan tetapi pihak Kepolisian dari Polres Nagekeo tetap memaksa masuk ke wilayah adat karena pembangunan waduk ini masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN).
Pihak kepolisian dari Polres Nagekeo tetap memaksa untuk melakukan pembongkaran rumah jaga dan merusak baliho serta bendera AMAN dan PEREMPUAN AMAN yang dipasang oleh masyarakat adat.
Ironisnya, pada 10 Desember 2021, anggota kepolisian Polres Nagekeo kembali memasuki wilayah adat rendu dengan dipimpin oleh kasat Intel Serfolus Tegu.
Anggota kepolisian ini melakukan pembongkaran paksa pagar di pintu masuk rumah jaga yang baru dibangun kembali, baliho, bendera AMAN, bendera PEREMPUAN AMAN dirobek dan dibakar.
Perusakan tersebut disertai dengan tindak kekerasan terhadap warga yang melakukan penghadangan diantaranya Bapak Arkadius Soro mengalami tindak kekerasan dengan cara di cekik dan di tendang sebanyak 2 kali di bagian kaki kiri dan kanan, tangannya di tarik dan telinganya ditusuk hingga berdarah.
Selain Bapak Arkadius, kekerasan yang dilakukan oleh anggota kepolisian juga dialami oleh Bapak Eribertus Faro Aru mengalami tindak kekerasan di tarik dan di peluk di lehernya secara paksa, Bapak Epafanius Jogo mengalami tindak kekerasan di tarik tangan dan peluk di leher secara paksa, Bapak Aleksander Dara mengalami kekerasan dengan cara ditarik tangan dan ditarik lehernya secara paksa, Bapak Feransiskus Dero mengalami kekerasan dengan ditarik secara paksa sehingga menyebabkan kakinya terluka dan berdarah.
Upaya pembongkaran yang disertai dengan kekerasan ini telah terjadi sejak September 2021 dan aksi penolakan telah dilakukan oleh Masyarakat Adat di komunitas Adat Rendu dengan cara mendirikan rumah jaga, namun aksi penolakan dan penghadangan yang dilakukan oleh warga diabaikan oleh pihak Kepolisian di Kabupaten Nagekeo.
Tindakan pembongkaran secara paksa dan tindak kekerasan terus dialami masyarakat adat hingga saat ini. Tidak adanya sarana bagi masyarakat untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat adatnya, telah membuat masyarakat adat Rendu resah dan tidak aman.
Dengan itu, 13 organisasi masyarakat sipil menyerukan kepada pihak pemerintah dan aparat keamanan untuk segera pmelakukan hal-hal sebagai berikut:
- Kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Aparat Keamanan harus memastikan rasa aman bagi Masyarakat Adat dalam mengelola wiilayah adatnya tanpa adanya gangguan pihak manapun.
- Kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk memastikan seluruh anggota kepolisian dalam menjalankan tugas dan kewajibannya memberikan perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia kepada masyarakat adat diseluruh nusantara.
- Kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) untuk segera melakukan penyelidikan menyeluruh atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi pada tanggal 9 Desember 2021 di Wilayah Adat Rendu.
- Kepada Kepala Kepolisian Daerah Nusa Teggara Timur (NTT) untuk melakukan penyelidikan atas dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh anggota kepolisian Resort Nagekeo pada perstiwa tanggal 9 Desember 2021 di wilayah Adat Rendu.
- Kepada Kapolres Nagekeo untuk memberi instruksi dan arahan kepada anggotanya agar patuh pada sejumlah ketentuan dalam penyelesaian konflik sosial dimasyarakat. Tidakan represif yang dilakukan oleh anggota kepolisian terhadap masyarakat adat Rendu harus mendapatkan sanksi yang terukur sesuai dengan UU dan Peraturan Kapolri.
Tinggalkan Balasan